Semarang Journey.. Toleransi Keberagamaan.

Jalan-jalan; Semarang, 4 Februari 2016.
“Toleransi keberagamaan tanpa melunturkan iman. Hanya agar bisa saling menghargai dan menghormati satu sama lain dan hidup rukun berdampingan sebagai sesama warga negara juga sesama makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Karena yang demikian lebih mendamaikan.” –Rima Esni Nurdiana.

Bersama Dewi Kwam Im | Taken pict by Photographer | +Samantha Hidaya 
Pada dasarnya agama sangat berperan penting dalam kehidupan manusia sehari-hari. Agama merupakan pedoman, pembimbing, serta pendorong manusia untuk terus menjadi lebih baik dan lebih berkualitas. Agama bukan hanya diketahui tetapi harus dipahami, diyakini, dan diamalkan perintah dan ajarannya oleh manusia serta ditinggalkan apa yang dilarang oleh agama. Peran agama sangat penting, bukan hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lain, dan mengatur hubungan antara manusia dengan alam.

Hubungan baik antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Ini menarik untuk sedikit disinggung karena berkaitan dengan traveling ke semarang yang kulalui. Dimana saat itu aku pun juga para partners traveling-ku semakin memahami artinya rasa saling menghargai, menghormati, dan tetap mengasihi satu dengan yang lainnya. Toleransi; kata ini sudah tak asing. Bahkan sejak dulu di pesantren pun, ustadz dan umi selalu berpesan tentang toleransi. Toleransi antar beragama, antar suku bangsa, antar budaya, dan yang lainnya. Toleransi dengan tetap menjaga iffah dan izzah sebagai seorang muslim/muslimah yang baik. Toleransi tanpa melunturkan nilai-nilai ke-Islam-an yang sudah ditetapkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Toleransi bukan menghalalkan yang haram dan bukan pula me-mubah-kan yang makruh. Tetapi tetap bisa bersikap baik dengan segala perbedaan tanpa ikut melebur dalam perbedaan itu. Ingat juga pesan Gus Dur bahwa Semakin tinggi ilmu seseorang maka semakin besar rasa toleransinya. Selain itu Jargon Gus Dur “gitu aja kok repot” perlu diterapkan, dimana segala sesuatu jika itu tidak melanggar aturan yang ditetapkan Tuhan ya tak mengapa dilakukan. Gitu aja kok repot.… Allahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad.. 

Nah, toleransi beragama. Kami berlima (Rima, Martini, Ami, Almer, dan Fajar) membuat agenda traveling Semarang ini dengan lebih banyak mengunjungi tempat beribadah beberapa agama, tempat wisata, dan berkunjung ke tempat bersejarah dalam waktu satu hari. 

Dengan kendaraan roda empat yang hemat bahan bakar. Avanzaaa….. hihi kami meluncur. Menikmati perjalanan Jogja-Magelang-Semarang. Kami berangkat pukul tujuh dan tiba di Semarang sekitar pukul sepuluh.

Kampung Rawa
Me | Taken by Photographer | +Samantha Hidaya 
Menjejakkan kaki pertama di Semarang; kami singgah di Kampung Rawa yang merupakan kawasan agrowisata. Tepatnya berada di Jl. Lingkar Ambarawa Km.03 Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. Sebelum tiba dilokasi ini, kami menikmati indahnya pemandangan dimana pegunungan menjulang mengelilingi Kampung Rawa, seperti gunung merbabu, gunung munggur, dan gunung-gunung lainnya. Tak melewatkan kesempatan, seorang teman traveling, Almer namanya; ia mengabadikan gunung-gunung yang menjulang indah itu dengan kamera DSLRnya. Cekrekk.. cekreek.. berkali-kali ia menekan tombol shutter. Berkali-kali pula ia atur fokus kameranya dengan memutar-mutar lensa kamera. Selain keindahan gunung, di Kampung Ambarawa ini terdapat danau alami yang bernama “rawa pening”, wisata permainan anak, wisata kuliner, wisata pemacingan, dan lain sebagainya.

Museum Stasiun Kereta Api Ambarawa
Just laugh together | Taken pict by +Samantha Hidaya 
Sebuah stasiun lama kota Semarang yang kini dijadikan museum. Berada di Jl, Stasiun No.1 Ambarawa, Semarang. Sebelum memasuki museum ini pun kita sudah bisa menebak bagaimana keadaannya. Ya, masuk ke museum ini kita akan disuguhi pemandangan akan banyak dan ragam kereta api yang dulu digunakan. Beragam jenis lokomotif tersedia dengan  bentuknya yang klasik, menarik, dan tampak elegan. Kami menjelajahi satu demi satu setiap ruang yang ada disana. Persis seperti berkunjung ke stasiun pada umumnya. Bedanya; stasiun ambarawa ini sudah dijadikan museum sehingga orang yang berkunjung sekedar untuk melihat-lihat saja.

Pagoda Avalokitesvara
As always; smile | Taken pict by +Samantha Hidaya 
Menuju tujuan traveling kami selanjutnya ke Pudakpayung, Banyumanik, Semarang. Nah, kita mulai mengulas lagi mengenai toleransi keberagamaan; kami berkunjung ke Pagoda Avilokitesvara di Vihara Buddhagaya Watugong yang merupakan tempat beribadah umat Budha. Semua bangunannya berwarna merah dan terbuat dari beton dengan tinggi menjulang (45 meter) serta terdiri dari tujuh lantai.  Melihat fakta ini, benar adanya jika ia mendapat rekor MURI dari Museum Rekor Indonesia MURI sebagai Pagoda tertinggi di Indonesia. Ada hal menarik lain, saat memasuki pelataran Pagoda ini kita akan disambut oleh patung Dewi Kwan Im. Ia adalah dewi sang cinta kasih sehingga hal ini jugalah yang menyebabkan pemunculan nama lain dari Pagoda ini yakni Pagoda Cinta Kasih atau Pagoda Matakaruna. Harus diakui, pagoda ini memiliki keistimewaan baik dari segi bangunan, aksesoris, relief, kolam naga, lampu naga, air mancur naga, dan patung burung hong dan kilin. Disini, kami muter-muter untuk melihat semua bagian yang ada. Namun satu hal, kami tak masuk ke ruang ibadah. Bukan apa-apa, takutnya mengganggu ibadah umat Budha disana, jadi kami sekedar melihat dari luar saja.

Kelenteng Sam Poo Kong
Red | Taken pict by +Samantha Hidaya 

Kami tiba di Jl. Simongan Raya No 129, Bongsari, Semarang Barat. Saat tiba dilokasi ini hujan turun mengguyur kota Semarang.  Kami putuskan berteduh di salah satu kelenteng yang cukup besar. Bersama pengunjung lain kami menyaksikan pengunjung-pengunjung yang tetap berkeliling saat hujan dengan mengenakan payung.

Kelenteng Sam Poo Kong (Gedong Batu) ini merupakan tempat pendaratan pertama Laksamana Tiongkok yang beragama Islam yakni Laksamana Cheng Ho. Terletak di Jl. Simongan Raya, No.129, Bong Sari, Semarang Barat, Jawa Tengah. Hampir semua bangunannya berwarna merah dan dihiasi lampion merah dimana-mana bahkan hingga di pepohonan juga, ada banyak event yang diadakan disini mulai dari perayaan Imlek hingga perayaan hari lahir Laksamana Cheng Ho. Kelenteng ini terdiri atas anjungan; kelenteng dan gua sam poo kong, kelenteng Tho Tee Kong, dan empat tempat untuk pemujaan yakni Kyai Juru Mudi, Kyai Jangkar, Kyai Cundrik Bumi, dan mbah Kyai Tumpeng. Sisanya kami menikmati semua keindahan yang ada.

Lawang Sewu
Memandang puncak Lawang Sewu | Taken pict by +Samantha Hidaya 

Kami menuju Lawang Sewu yang berada di Komplek Tugu Muda, Jl. Pemuda, Semarang, Jawa Tengah. Ini merupakan bangunan kuno peninggalan Belanda. Hal ini tentu bisa langsung kita lihat dari gaya bangunannya yang beraroma art deco. Kilas balik sejarah, dulu lawang sewu ini merupakah kantor pusat perusahaan kereta api penjajah Belanda. Kenapa dinamakan lawang sewu? Lawang sewu itu berarti seribu pintu. Penamaan ini melihat dari pintu-pintu yang tak terhitung jumlahnya. Sehingga diumpamakan seribu pintu. Banyak sekali…  Berbicara fisiknya, gedung lawang sewu ini tinggi menjulang. Bukan hanya satu gedung tapi ada beberapa gedung disana. Selain menarik dari sisi sejarah yang berkaitan erat dengan perkeretaapian Indonesia, hal lain yang sangat menarik adalah bangunannya yang bergaya Belanda. Hal ini kemudian menjadi dasar adanya foto pre-wedding yang dilakukan di Lawang Sewu.

Masjid Agung
 
Maa Ajmala Jiddan Hadzal Masjid | Taken pict by Photographer |  +Samantha Hidaya 
Oke, waktu sudah semakin sore. Kami tunaikan shalat sesuai waktunya. Tak lupa kami juga mengisi perut yang sudah terasa lapar. Dan setelah asar, kami berkunjung ke Masjid Agung Semarang ini. Lokasinya berada di Jagalan, Semarang, Jawa Tengah. Allahu Akbar…. Takjub… Masjidnya memang begitu agung. Entah kenapa, rasa-rasanya seperti sedang berada di Masjid Nabawi..
Halaman masjidnya begitu luas. Untuk menuju masjid ada karpet hijau yang membentang panjang sekali. Selain itu di halaman depan juga terdapat menara yang menjulang tinggi. Dalam menara itu ada museumnya. Sayang saat kami ingin melihat tidak bisa karena sudah jam tutup untuk museumnya. 

Akhirnya kami menikmati keindahan Baitullah ini tanpa henti.
Masjid ini adalah tujuan traveling list kami. Dan setelah itu kami kembali pulang ke Jogja.

Yogyakarta, 18 Maret 2016.

Photos;
 
Museum Stasiun Kereta Api Ambarawa | Taken pict by Photographer +Samantha Hidaya 

A great day is a great smile | Taken pict by Photographer +Samantha Hidaya 

Taken pict by Photographer +Samantha Hidaya 

We can do it together | Taken pict by +Samantha Hidaya 

See how much Allah love you | Taken pict by Photographer +Samantha Hidaya 

Merah itu Ong | Taken pict by +Samantha Hidaya 

Laksamana Cheng Ho | Taken pict by Photographer +Samantha Hidaya 

Smile can made you happiest | Taken pict by Photographer +Samantha Hidaya 

Allahu Akbar | Taken pict by Photographer +Samantha Hidaya 

Rain... | Taken pict by Me

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Lelaki Hebatku, Terimakasih untuk Semua Rasa Cemburu yang Kau Berikan.

Grojokan Sewu: Tawangmangu

Kembali ke Blitar; Aku Datang….