Memoar Santri..



--Rindu
Pesantren tampak dari belakang


Mantan ustadz, mantan umi, mantan buya, mantan kakak, mantan sahabat, mantan adik. Tak ada kata mantan untuk mereka. Mereka yang amat sangat berharga dalam hidupku. Mereka adalah sosok-sosok yang amat sangat aku kasihi dan aku cintai. Seperti aku mencintai dan menyayangi kedua orang tuaku dengun penuh ketulusan.

Setiap malam entah kenapa tak pernah lupa tangan ini membuka buku Agenda Alumni ke-21 Pesantren Al-Kautsar Al-Akbar, Medan, Sumatra Utara. Menatap paras Buya, ustadz, umi, kakak dan sahabat-sahabat juga adik-adik kelasku. Mereka pelangi terindah yang Tuhan karuniakan untukku. Membuat hari-hariku penuh warna. Dan kini berhasil membuat aku rindu akan moment-moment terindah saat bersama mereka. Bagaimana tidak bahagia jika setiap hari selalu dikelilingi dengan orang-orang yang mencintaiku? Tentu saja aku bahagia bukan main. Berandai-andai memang tidak boleh, namun jika kiranya waktu bisa diputar kembali, rasanya aku ingin terus berada didekat mereka. Hati begitu damai dan bahagia dekat dengan mereka. Maka memang benar, salah satu obat hati itu adalah berkumpul dengan orang shalih. Berkumpul dengan orang shalih maka hatimu akan menjadi tenang. Benar-benar tenang.

Menatap paras mereka satu persatu melalui fhoto di buku agenda saja, mataku berkaca-kaca. Apalagi membaca setiap petuah mulia yang mereka tuliskan. Tak terbendung rindu ini. Sebelum berkisah lebih banyak ingin kusampaikan salam takdzim dan rinduku pada Buya, ustadz, umi, kakak dan sahabat-sahabat serta adik-adikku.

Buya Syech Ali Akbar Marbun. Sosok yang begitu mengayomi santri-santri beliau. Selalu menanamkan jiwa penuntut ilmu. Pesan Buya benar-benar terhujam dalam hati ini, “Setelah anak-anakku keluar dari pesantren Al-Kautsar Al-Akbar akan terjun ke masyarakat. Ada yang melanjutkan ke Perguruan Tinggi baik didalam maupun diluar negeri. Dimana kalian akan berhubungan dengan berbagai komunitas, suku, ras, dan berbeda agama. Maka, tunjukanlah diri Anda sebagai santri yang telah belajar agama Islam, yang telah mempelajari Al-Qur’an dan Hadits. Dan bahwa Islam itu adalah rahmat bagi seluruh alam. Allah berfirman :
  وَما أَرْسَلْناكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعالَمِينَ

"Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (QS. Al-Anbiya : 107)

Di dalam hadist Nabi Muhammad SAW bersabda :

“Orang-orang yang memiliki sifat kasih sayang, maka akan disayang oleh (Allah) yang Maha Pengasih, kasihilah makhluk di bumi niscaya kalian akan dikasihi oleh penduduk langit.” (HR. Abu Dawud dan at-Turmudzi)

Selanjutnya firman Allah ta'ala dalam ayat lain :
  
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujurat : 13)

Perbedaan agama, suku, status tidaklah membuat perpecahan. Kita sepakat dalam perbedaan tetapi bersatu dalam berbuat kebaikan dan kedamaian dan bersatu dalam kebangsaan. Itulah orang-orang yang paling bertaqwa (takut) dan mendapat kasih sayang Allah (dekat kepada Allah). 

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (yang mengetahui ilmu Agama). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Fathir : 28)

Maka takut kepada Allah ta’ala dari hamba-Nya adalah yang mempunyai ilmu dibidang agama (Ulama), tahu apa yang salah dan tahu apa yang baik untuk dikerjakan. Itulah yang selama ini diajarkan kepada kalian di pesantren. Oleh karena itu selalulah anak-anakku membuat hubungan yang erat antar sesama alumni dan saling tolong menolong antara yang senior dengan yang junior dari pesantren Al-Kautsar Al-Akbar. Dan juga membuat hubungan yang kokoh dengan sesama muslim dan berbuat kebaikan supaya menjadi tauladan dengan sesama hamba Allah.


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.(QS. Al-Hujurat : 10)

Harapan Buya, hendaklah anak-anakku saling bantu membantu mempererat hubungan sulaturrahmi dan saling memberikan informasi dimanapun berada.” Menitik air mata ini membaca pesan Buya dalam buku agenda.

Kepada para ustadz dan umi-ku :
Ustadz Muhyiddin selaku kepala madrasah aliyah, ustadz yang mengajarku muthala’ah dan kitab riyadhus shalihin, dan membimbingku dalam pembekalan beasiswa Al-Ahgaff, Yaman. *Banyak belajar ilmu dan kesabaran dari beliau.

Ustadz H. Bahauddin Nasution, Lc. selaku ustadz yang mengajarku pidato bahasa arab, mengajar Tauhid dan Mau’idzatul Mu’minin. *Banyak belajar ilmu, ketegasan dan keseriuasan dalam menuntut ilmu dari beliau.

Ustadz H. Alisati Nasution, Lc. selaku wali kelasku di kelas 6 A yang mengajarku Musthalahul Hadits, Tarbiyatul Aulad, Amaliyah Tadris, dan Bulughul Maram.  *Banyak belajar ilmu dan ketekunan belajar dari beliau.   
         
Ustadz Drs. H. Nadran Jamal Nasution, Lc. ustadz yang mengajarku ushul fiqh. Dan yang selalu memberiku nilai tamam, mi-ah kullu imtihaan. (Sempurna, seratus setiap ujian). Selain beliau ustadz dan umi yang lain juga memberiku nilai tamam namun tidak sampai seratus seperti beliau. Aku mafhum karena mana ada santri yang sempurna. Ustadz Jamal yang selalu memberiku “mi-ah”. *Banyak belajar ilmu, kesabaran dan kelembutan dari beliau.

Ustadz H. Burhanuddin Noor, Lc. ustadz yang mengajarku ilmu Balaghah. Dan yang membimbingku dalam pembekalan Amaliyah Tadris mengajar Balaghah di kelas lima saat aku kelas enam. *Banyak belajar ilmu, kesabaran dan ketegasan dari beliau.

Ustadz H. Hasan Basri Lubis, Lc. ustadz yang mengajarku mawaris, fiqh, dan pidato bahasa Indonesia. Mawaris yang sulit, bisa kupahami dengan baik saat diampu ustadz Hasan dan dengan nilai yang menggembirakan saat ujian.

Ustadz Alfi Syahrin Dalimunte, ST. ustadz yang mengajarku matematika. Matematika yang sulit mampu diajarkan beliau dengan sangat baik. *Banyak belajar ilmu, keseriusan, dan ketegasan dari beliau.

Ustadz Abdul Wahab, S.Pd.I. ustadz yang mengajarku Nahwu, Sharaf, dan Muthala’ah. *Banyak belajar ilmu, kegigihan, dan keseriusan dalam belajar dari beliau.

Ustadz H. Sulaiman Hasibuan. Lc, MA. Wali kelasku saat kelas lima. Ustadz yang mengajarku Khulafa’u Rasyidin. *Banyak belajar ilmu, kesabaran dan ketekunan belajar dari beliau.

Ustadz H. Mismaruddin Nasution, S.MH. ustadz yang mengajarku tarbiyatul aulad dan fiqh. *Banyak belajar ilmu, kesabaran dan keseriusan belajar dari beliau.

Ustadz Hasbullah, S.Pd.I. ustadz yang mengajarku bahasa Arab. *Banyak belajar ilmu, keseriusan dan ketegasan dari beliau.

Ustadz Amiruddin Ilmi, S.Ag. ustadz yang mengajarku bahasa Inggris dan membantuku menembus bangku kuliah melalui jalur undangan. *Banyak belajar ilmu dan keseriusan juga semangat dalam belajar dari beliau.

Ustadz Ibrahim, S.Pd.I. ustadz yang mengajarku Nahwu (kawakib). *Banyak belajar ilmu dan kesenangan dalam belajar dari beliau.

Ustadz Drs. Ade Mustahdi. ustadz yang mengajarku Bulughul Maram. *Banyak belajar ilmu dan kesungguhan belajar dari beliau.

Ustadz Drs. Mas’ud Panjaitan, S.Pd.I. ustadz yang mengajarku Ilmu Al-Qur’an. *Banyak belajar ilmu dan keseriusan belajar dari beliau.

Ustadz Muhammad Hadi Fauzan, MA. Ustadz yang mengajarku Nuurul Yaqin. *Banyak belajar ilmu, ketegasan dan keseriusan belajar dari beliau.

Ustadz Yuzli Fajar, S.Pd. ustadz yang mengajarku Sejarah . *Banyak belajar ilmu dan kesabaran dari beliau.

Ustadz Fauzi. ustadz yang mengajarku TIK. Dan ustadz yang membantuku tembus bangku kuliah melalui jalur undangan. *Banyak belajar ilmu dan kesungguhan belajar dari beliau.

Umi Dra. Hj. Roslina. umi yang mengajarku PPKN. Juga umi asrama, dan umi yang membantuku duduk dibangku kuliah melalui jalur undangan. Juga umi yang selalu memasakan menu untukku dan keenam temanku yang lain, makasih umi. *Banyak belajar ilmu, kegigihan, perjuangan, keseriusan, dan ketekunan dalam belajar dari beliau.

Umi Aimunah Purba. Kepala asrama putri dan Bendahara pesantren. *Banyak belajar ilmu,  keseriusan dan ketegasan dalam belajar dari beliau.

Umi Dra. Rabiah Ali. umi yung mengajarku Akhlaq. *Banyak belajar ilmu, keseriusan dan kesabaran dari beliau.

Umi Elly Erna Wahyuni, S.Pd. wali kelasku di kelas empat. Juga umi yang mengajar fisika. Ingat dulu saat juara kelas, aku dihadiahi sepaket anggur sama umi. Makasih umi. *Banyak belajar ilmu, keseriusan dan ketegasan dari beliau.

Umi Idya Mahyuni, S.Pd. umi yang mengajarku kimia. Mengajar dengan jelas membuatku paham dan suka saat kuis kimia. Tiga orang pertama menyelesaikan tugas dapat A+. Biasanya umi gitu. *Banyak  belajar ilmu, ketegasan dan keseriusan dari beliau.

Umi Dra. Erita Harahap. umi yang mengajarku Bahasa Indonesia. Belajar bahasa Indoensia maka belajar di Perpustakaan. *Banyak belajar ilmu dan kesabaran dari beliau.

Umi Dini Vientiany, MA. umi yang mengajarku Geografi. *Banyak belajar ilmu dan ketegasan dari beliau.

Umi Isti’anah. umi yang mengajarku Tahfidzul Qur’an. “Rima, kalau umi bisa merangkul Rima, pasti umi rangkul Rima saat di Jogja nanti.” Begitulah kekhawatiran umi saat akan kukepakkan sayapku ke Jogja. Makasih umi atas segalanya yang tak terhitung. *Banyak belajar ilmu dan kesusngguhan belajar dari beliau.

Umi Ulfayani Mayasari, S.Pd. umi yang mengajarku Biologi. Jadi asisten umi saat pengajaran Biologi itu sangat menyenangkan. *Banyak belajar ilmu, keseriusan dan kesabaran dari beliau.

Umi Tirodiah Marbun, M.Pd, umi Betty Yuniansyih,S.Ag, umi Nur Juriah Tussifah Marbun, S.Pd, umi Nursyahri Marbun, S.Pd.I selaku umi asrama putri. Dari mereka aku banyak belajar ilmu, kesabaran dan kegigihan dalam memimpin asrama.

Juga kepada ustadz dan umi yang belum sempat aku sebutkan. Aku sungguh-sungguh berterimakasih, dengan sebaik-baik terimakasih yang tiada tara.

Kepada kakakku :
Kak Khairun Nisa, motivatorku, inspirasiku, partner berjuangku dalam menaklukan seribu satu mimpi, bersama mengukir negeri seribu menara versi kami berdua. Darinya aku mengerti makna hijrah, makna cinta karena-Nya, makna kasih sayang, makna persahabatan, dan banyak hal lainnya. Seorang kakak yang siap dihampiri suka dan dukaku. Seorang kakak yang selalu ada, selalu memberi petuah indah. Dan selalu membuatku rindu. 

Kak Nurhamidah, motivatorku yang tak kalah hebat. Darinya akau mengerti perjuangan, kegigihan, serta kesungguhan dalam belajar.

Kepada sahabatku :
Seluruh teman-teman alumni ke-21 yang sudah menjadi sahabat-sahabat baikku, yang sudah melalui pahit manis perjuangan menjadi santri dan mengabdi di pesantren yang kita cintai. Terutama sahabatku Anita, Annisa Dwi Cahya, Sakinah Silalahi, Juli Syahfitri, Trie Ulfa Nuansa Sinaga, Astri Fahyani Nasution, Aminah, dan Evni Ronda Sari Tanjung (ini dia, qismul ibadah hehe) yang luar biasa.

Kepada adik-adikku :
Adik-adik tahfidzku, Ana, Eka, Dika, Fia, Fifah, Tiara, Jilan, dan yang lainnya. Semangat dan ceria kalian yang membuat hatiku juga bahagia.

Rindu…. Hanya kata itu yang mampu terucap dari lisan ini. Berharap kelak bisa kembali mengabdi di pesantren tercinta usai selesai menuntut ilmu di tanah rantau ini.  Ternyata benar kata kak Nisa, santri yang benar-benar santri ia pasti akan rindu untuk kembali ke pesantren saat sudah mengepakkan sayap ribuan kilometer jauhnya.

Buya, Ustadz, Umi, Kakak, Sahabat-sahabatku, dan adik-adikku. Nama kalian selalu terselip dalam doa-doaku sepanjang hari. Selalu berharap kepada Tuhan, semoga kesehatan, kebaikan, kemudahan, dan keberkahan menghampiri kalian. Entahlah, saat ini baru itu yang bisa kupersembahkan untuk kalian. 

“Sekali menjadi santri, selamanya tetap santri.” Akan kuingat petuah itu. Sebuah petuah amanah yang luar biasa. Amanah untuk tetap istiqamah dalam keadaan apapun dan dimanapun. ‘Istiqamah’ katanya sederhana namun pengamalannya tidak bisa disepelekan.

 ‘Istiqamah menjadi santri’, santri yang bisa menjaga nama baik pesantren dengan segala prestasi dan kebanggaan yang menggembirakan.

Alumni ke-21



Dulu… mungkin ‘kau’ tak begitu dirindukan
Segala aktifitas denganmu terkesan biasa
Mengalir apa adanya..
Itu karena aku masih selalu bisa bersamamu..
Kini… saat jarak sudah menjadi raja ditegah hati kita..
Rindu itu pun manghampiri..
Rindu saat-saat bersamamu..
Rindu dengan segala hal yang berkaitan denganmu..
Tak bisa kupungkiri rasa itu..

Jarak… entahlah ia merajai kita saat ini..
Yah, aku hanya mampu menatapmu melalui buku agenda di rak bukuku..
Menatapmu dari lembaran-lembaran kertas sudah sedikit
Mengurangi rasa rinduku…

Semangatku.. ia akan kembali menggebu
Saat dua bola mataku menatapmu dan mengingatmu..

Rasanya ingin cepat usai tugasku menuntut ilmu di tanah rantau ini.
Ingin segera kuberlari kepadamu..
Tak sabar aku ingin mengabdi kepadamu..
Iya, kepadamu “Pesantrenku”

Pesantren Modern Al-Kautsar Al-Akbar, Medan, Sumatra Utara.

22 Maret 2015, Yogyakarta.


Komentar

  1. wah keren... izin di share ya, smg bermanfaat bagi ummat pembaca

    BalasHapus
  2. http://www.tobapos.com/2016/04/memoar-rima-esni-nurdiana-di-pesantren.html

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Grojokan Sewu: Tawangmangu

Untukmu Lelaki Hebatku, Terimakasih untuk Semua Rasa Cemburu yang Kau Berikan.

Kembali ke Blitar; Aku Datang….